Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan
Kesehatan Warga Riau Terancam, BMKG Pantau 1.292 Titik Panas di Sumatera, 582 Tersebar di Riau

Penelusuran BMKG seputar titip api yang kini terjadi di beberapa kabupaten dan kota se-Riau. ((Dok BMKG Riau))
RSNEWS – Kesehatan warga Riau mulai terancam. Berdasarkan pantauan citra satelit BMKG pada Ahad (20/7/2025) pukul 23.00 WIB, dari total 1.292 titik panas yang terdeteksi di seluruh Sumatera, sebanyak 582 di antaranya berada di wilayah Riau.
Forecaster on Duty BMKG Pekanbaru Deby C mengatakan, dua daerah yang menjadi penyumbang titik panas terbanyak di Riau adalah Kabupaten Rokan Hilir dengan 244 titik, dan disusul Kabupaten Rokan Hulu dengan 192 titik.
Kondisi ini mengindikasikan peningkatan aktivitas panas permukaan bumi yang berpotensi besar terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Selain itu, sejumlah kabupaten dan kota lainnya di Riau juga tercatat memiliki jumlah hotspot yang tidak sedikit. Kabupaten Kampar terpantau memiliki 40 titik panas, diikuti Kabupaten Pelalawan sebanyak 30 titik, Kabupaten Bengkalis 21 titik, dan Kota Dumai dengan 22 titik panas.
Kemudian, Kabupaten Siak mencatatkan 15 titik panas, disusul oleh Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 9 titik dan Kabupaten Kuantan Singingi 7 titik panas. Sementara itu, Kota Pekanbaru juga terdeteksi memiliki 2 titik panas.
Deby C menjelaskan, meningkatnya titik panas di wilayah Riau sejalan dengan puncak musim kemarau yang tengah berlangsung pada Juli hingga Agustus. "Kondisi cuaca kering disertai angin kencang membuat lahan gambut menjadi sangat mudah terbakar," katanya, Senin (21/7/2025).
Sementara itu, provinsi lain di Sumatera juga mencatat keberadaan titik panas, meski jumlahnya tidak sebanyak di Riau.
Sumatera Utara berada di posisi kedua dengan 236 titik panas, diikuti Sumatera Selatan 125 titik, Sumatera Barat 122 titik, Jambi 96 titik, Bangka Belitung 79 titik, Bengkulu 27 titik, Lampung 20 titik, dan Kepulauan Riau 5 titik panas.
26 Tersangka Dibekuk
Kepolisian Daerah (Polda) Riau bersama unsur TNI, pemerintah daerah, sektor swasta, dan relawan masyarakat melaksanakan apel kesiapsiagaan di Kota Dumai. Langkah ini untuk memperkuat sinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Apel yang berlangsung sejak pagi tersebut melibatkan ratusan personel gabungan. TNI menurunkan 145 personel, Satuan Brimob Polda Riau 162 personel, serta gabungan Polres Rokan Hilir dan Polsek setempat sebanyak 200 personel.
Turut hadir pula personel dari Damkar Pemkot Dumai, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Satpol PP, Masyarakat Peduli Api (MPA), dan PT RUJ.
Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto menjelaskan, pentingnya akurasi dalam mendeteksi titik api. Ia menyebutkan bahwa tidak semua hotspot yang terekam satelit merupakan firespot, atau titik kebakaran nyata.
“Hotspot adalah titik panas yang terekam oleh satelit. Namun tidak semua hotspot berarti kebakaran. Oleh karena itu, dilakukan verifikasi di lapangan oleh petugas gabungan, baik dari TNI, Polri, Masyarakat Peduli Api, swasta, BPBD, maupun unsur masyarakat lainnya. Hal itu untuk memastikan apakah titik tersebut benar-benar terjadi kebakaran (firespot),” jelasnya.
Anom juga menegaskan, penanganan karhutla memerlukan kolaborasi lintas sektor yang solid. Ia menyatakan bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai leading sector dibantu penuh oleh TNI, Polri, damkar, perusahaan, dan relawan dalam mitigasi bencana.
Selain langkah pencegahan, penindakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan terus digencarkan. Selama periode Januari hingga Juli 2025, Polda Riau mencatat 21 kasus karhutla dengan total 26 tersangka, termasuk dari wilayah Kampar yang baru masuk dalam rekapitulasi kasus.
“Jangan coba-coba lagi membakar. Bila dilakukan saat status darurat, hukumannya lebih berat,” tegasnya.
Anom turut mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan secara sengaja. Ia menilai bahwa literasi lingkungan harus diperkuat agar masyarakat memahami dampak kesehatan, kerugian ekonomi, serta ancaman ekologis dari karhutla.
“Marwah dan citra kita, baik secara nasional maupun internasional, akan tercoreng jika karhutla dibiarkan. Riau ini kaya, bertuah. Tapi kalau tidak kita jaga, bisa menjadi bencana yang merugikan semua,” ujarnya.
Polda Riau juga mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan asap atau indikasi kebakaran melalui layanan darurat 110, call center BPBD, maupun kanal pelaporan publik milik Polda Riau. “Semakin cepat dilaporkan, semakin cepat bisa dipadamkan. Ini kerja bersama,” katanya.
Beberapa kabupaten dan kota yang menjadi perhatian khusus dalam pemantauan ini adalah Rokan Hilir, Siak, Bengkalis, dan Dumai, mengingat curah hujan yang minim dan suhu udara tinggi yang membuat vegetasi kering serta mudah terbakar. (FSY/SP)