Mengatasi Problem Pekerjaan

Psikolog Sarankan Cara Mengurangi Tekanan Pekerjaan, Sebab Bisa Ganggu Kondisi Mental

Info Sehat Jumat, 05 September 2025 - 21:36 WIB  |    Reporter : FSY   Redaktur : FA Syam  
Psikolog Sarankan Cara Mengurangi Tekanan Pekerjaan, Sebab Bisa Ganggu Kondisi Mental

Kelompok pekerja merupakan garda terdepan tersebut yang memiliki risiko lebih besar mengalami tekanan psikologis. (Internet)

RSNEWS - Di tengah tekanan pekerjaan yang semakin tinggi, banyak orang merasakan dampak stres yang nyata. Tuntutan untuk selalu produktif, menghadapi situasi tidak menentu, hingga paparan informasi yang tiada henti dapat menguras energi fisik sekaligus mental.

Kondisi ini semakin berat bagi mereka yang bekerja di garis depan, seperti awak media, tenaga kesehatan, maupun aparat keamanan.

Psikolog klinis dewasa lulusan Universitas Indonesia, Teresa Indira Andani, M.Psi, Psikolog, menjelaskan bahwa kelompok pekerja garda terdepan tersebut memang memiliki risiko lebih besar mengalami tekanan psikologis.

BPJS DALAM BERITA PC 1

Terlebih di situasi penuh ketidakpastian, paparan informasi, beban kerja, dan kondisi lapangan yang penuh tekanan dapat membuat seseorang rentan mengalami stres. Untuk mengatasinya, Teresa menyarankan agar pekerja berupaya menjaga rutinitas sederhana yang menyenangkan sebagai bentuk perawatan diri.

“Misalnya mencoba mengupayakan tidur berkualitas, tetap makan teratur, atau aktivitas fisik ringan, meski situasi sedang tidak ideal,” kata Teresa seperti dikutip ANTARA.

Ia menambahkan, penting bagi pekerja yang rentan menghadapi kondisi menekan untuk memiliki ruang aman. Tempat tersebut memungkinkan seseorang mengekspresikan emosi tanpa rasa takut dihakimi. Ruang aman bisa dibangun melalui interaksi dengan rekan kerja, keluarga, maupun dengan tenaga profesional.

MBG dalam Berita 2

Selain itu, dukungan dari institusi tempat bekerja juga memiliki peran besar dalam menjaga kesejahteraan mental. Menurut Teresa, penyediaan supervisi yang sehat, pengaturan jam kerja yang wajar, kesempatan untuk beristirahat, hingga kebijakan cuti bila diperlukan adalah bentuk nyata perhatian terhadap kesehatan pekerja.

“Institusi tempat mereka bekerja sebaiknya juga menyediakan dukungan, seperti supervisi yang sehat, lewat aturan jam kerja yang wajar, kesempatan istirahat sejenak saat tugas, atau kebijakan cuti istirahat bila diperlukan.”

Teresa menegaskan lingkungan kerja dan sistem pendukung yang kuat sangat memengaruhi tingkat stres maupun kecemasan seseorang. Emosi yang dipendam tanpa penyaluran berisiko meledak dan berdampak pada orang sekitar, sehingga perlu disalurkan melalui cara sehat meski berada dalam tekanan.

Rehat sejenak dari rutinitas juga menjadi salah satu strategi penting. Misalnya dengan membatasi akses media sosial yang sarat informasi menegangkan, berjalan kaki sejenak untuk merasakan udara sekitar, menarik napas dalam, menulis perasaan, berbagi cerita dengan orang yang dipercaya, atau melakukan aktivitas sederhana yang membuat tubuh bergerak.

“Dengan cara itu, emosi bisa perlahan terurai, tubuh lebih lega, dan hubungan dengan orang lain tetap terjaga,” jelas psikolog di Vajra Gandaria ini.

Terakhir, ia menekankan pengelolaan emosi bukan hanya tugas individu. Dukungan dan empati dari pihak berwenang juga sangat dibutuhkan agar keresahan yang ada dapat terjawab.

“Dengan kata lain, munculnya berbagai emosi di masyarakat juga mencerminkan kondisi sosial, politik, dan kebijakan publik yang sedang berlangsung. Jadi, pengelolaan emosi memang penting di tingkat personal, tetapi tanggung jawab menciptakan lingkungan yang lebih sehat tetap harus dibagi bersama, termasuk oleh para pemangku kebijakan,” pungkas Teresa Indira. (FSY/VOI)

Laporan : FSY
Redaktur : FA Syam





Berita Lainnya